Soegija: Menyuarakan Kedamaian di Tengah Keragaman Latar Belakang Masyarakat

on Selasa, 05 Juni 2012

Mungkin nama Albertus Soegijapranata tidak terlalu terekspos atau justru luput dari ingatan kita mengenai sejarah kemerdekaan Indonesia. Kenyataannya, uskup pribumi pertama di Indonesia ini memegang peran penting dalam proses menuju kemerdekaan yang utuh. Pendekatan penuh damai yang diambil di tengah situasi perang yang kian memanas diangkat ke layar lebar oleh sutradara Garin Nugroho melalui film berjudul Soegija.
Film yang dituturkan dengan pendekatan sejarah popular—romantis ini mengambil setting di tengah gejolak perang Asia Pasifik yang turut berdampak kepada situasi di tanah air. Kondisi negara pun memburuk dengan kehadiran tentara Jepang yang bertabrakan dengan ambisi Belanda untuk tetap berkuasa di Indonesia. Bahkan setelah proklamasi kemerdekaan disuarakan, kedamaian dan kemerdekaan yang utuh masih jauh dari genggaman. Masyarakat Indonesia pada saat itu diliputi rasa takut terhadap perubahan yang terjadi, begitupula kedatangan tentara sekutu yang ditunggangi oleh tentara Belanda yang berniat mengambil alih kekuasaan sekali lagi.
Di tengah situasi penuh kekacauan di Semarang, Soegija (Nirwan Dewanto) berusaha memandu religiusitas dalam perspektif nasionalisme yang humanis melalui jalan “silent diplomacy”. Ia melakukan surat-menyurat dan pertemuan dengan pemimpin Indonesia, seperti Syahrir dan Soekarno, serta melakukan perundingan damai yang melibatkan pihak Sekutu, Jepang, dan Indonesia di tengah perang lima hari di Semarang.

Persatuan yang damai dalam keragaman budaya dan agama

Garin berhasil menjaga otentisitas penggambaran sejarah Indonesia pada tahun 1940-an, dari settinglokasi, kostum, hingga penggunaan jajaran pemain dari latar belakang budaya dan bangsa yang berbeda. Dari segi pemain, Soegija menggunakan kurang lebih 2.775 orang yang melanturkan enam bahasa berbeda selama jalannya film, dari bahasa Indonesia, Jawa, Inggris, hingga Belanda, Jepang, dan Latin.
Seluruh aspek sejarah digambarkan secara mendetail dengan asupan bumbu romantis yang halus dan humor yang menghibur. Penggambaran situasi dan emosi yang akurat dari masing-masing pemain pun berhasil menarik penonton untuk mendalami kisah yang dipaparkan dalam Soegija.
Walaupun mengangkat satu nama sebagai judul, film ini tidak hanya terfokus ke sepak terjang Soegija. Mariyem (Anissa Hertami), seorang remaja yang ingin menjadi perawat dan mencari keberadaan kakaknya yang hilang di tengah perang; Banteng (Andreano Fidelis), gerilyawan yang buta huruf; Lantip (Rukman Rosadi), gerilyawan yang mengorganisi perjuangan kaum muda; Koster Toegimin (Butet Kertaredjasa), pembantu uskup yang hidup sendiri; Ling Ling (Andrea Reva), gadis kecil Tionghoa yang terpisah dari ibunya (Olga Lydia); Hendrick (Wouter Braaf), fotografer Belanda yang terjebak di antara perang dan cinta; Robert (Wouter Zweers), tentara Belanda yang menemukan sisi kemanusiaan; hingga Suzuki (Nobuyuki Suzuki), serdadu Jepang yang harus menelan rasa simpatinya terhadap anak-anak di dalam perang.
Beberapa hari sebelum menonton Soegija, saya menerima sebuah broadcast message yang menghimbau masyarakat untuk tidak menonton film ini dengan alasan menghindari penyebaran agama melalui media. Kenyataannya film ini tidak mengangkat sejarah pribadi Soegija dalam pekerjaan maupun agama, tetapi lebih menonjolkan sisi kemanusiaan, serta kepemimpinan yang menghargai keragaman budaya dan agama yang ada di Indonesia. Walaupun mengambil settingwaktu sekitar tujuh dekade yang lalu, kisah Soegija masih relevan dan dapat memberikan perspektif yang berbeda mengenai kondisi sosial dan politik saat ini.
Pesan moral yang dihiasi dengan aksi peperangan, drama yang mengharukan, humor yang mengundang tawa, dan lantunan lagu-lagu yang apik, menjadikan Soegija sebagai film Indonesia yang wajib ditonton oleh seluruh masyarakat. Persatuan yang damai dan kepemimpinan yang menghormati perbedaan harus kembali ditonjolkan  dalam zaman modern ini.
Tanggal rilis:
7 Juni 2012
Genre:
Drama, sejarah
Durasi:
115 menit
Sutradara:
Garin Nugroho
Pemain:
Nirwan Dewanto, Anissa Hertami, Butet Kertaredjasa, Wouter Braaf, Nobuyuki Suzuki
Studio:
Puskat Pictures

0 komentar:

Posting Komentar